Etin dan Kandang Domba: Cerita Tahun Ini di Tanah Mubarokah

Sukabumimubarokah

Info Bupati, News20 Views
banner 468x60

Di lereng sunyi Kampung Babakan Astana, Desa Loji, Kecamatan Simpenan, siang itu menyimpan kisah yang tak biasa. Angin berhembus pelan, menyapu jalan setapak yang menanjak, seolah ikut menyaksikan langkah gelisah seorang perempuan muda bernama Etin (25). Ia mondar-mandir, mengenakan gamis sederhana dan hijab bersih, menata harap di wajahnya. Hari itu, kabar besar datang: Bupati Sukabumi, H. Asep Japar, akan mengunjungi tempat tinggalnya.

Empat tahun sudah Etin hidup di kandang domba—bukan karena pilihan, tapi karena keadaan. Hanya beberapa meter dari rumah ibunya, Ibah (45), ia bertahan di ruang sempit berdinding bilik bambu, beralas tanah, dan beraroma rumput basah. Potret kehidupannya yang menyentuh hati tersebar di media sosial, menggugah nurani publik dan akhirnya mengetuk pintu kebijakan.

banner 336x280

Ketika derap langkah rombongan Bupati mulai terdengar, warga pun berkumpul di sepanjang jalan berbatu. Di barisan depan, tampak sosok Asjap—begitu ia akrab disapa—menyapa warga dengan senyum tenang, menapaki jalur sempit menuju kandang domba yang selama ini menjadi tempat Etin beristirahat.

Tanpa protokol panjang, Asjap langsung mendekati bilik sederhana itu. Udara siang bercampur aroma ternak dan tanah basah. Di sanalah, Etin muncul dengan wajah canggung, didampingi sang ibu. Di hadapan pemimpin tertinggi Sukabumi, ia akhirnya berani membuka kisahnya sendiri.

“Atos henteu didieu, tekengengeun. Barinage bau pak sare didieu teh,” ucap Etin lirih, tersenyum malu. Ia mengaku tak lagi tidur di kandang itu karena bau dan ketidaknyamanan.

Asjap menanggapi dengan nada lembut namun tegas:

“Ulahnya ulah sare dimana wae nya Etin, bahaya bisi gaduh panyawat. Engkin bapak bangunkeun bumina.”

Kalimat itu bukan sekadar janji, tapi penegasan bahwa Sukabumi Mubarokah bukan hanya slogan. Ia adalah prinsip kerja: hadir sebelum keluhan, bertindak sebelum sorotan, dan melayani dengan hati.

Suasana menjadi hangat. Tawa ringan dan percakapan dalam bahasa Sunda mengalir di antara mereka. Warga yang menyaksikan pun tersenyum, menyaksikan momen yang tak biasa: seorang pemimpin mendengar langsung dari rakyatnya, di tempat yang paling sederhana.

Tak berhenti di situ, Asjap menyerahkan langsung KTP dan KK milik Etin yang telah rampung dibuat oleh Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kabupaten Sukabumi.

“Ieu KTP Etin, anggo jagaan ulah dugika leungit. Pami teu damang, berobat ka puskesmas atanapi ka rumah sakit gratis. Tapi ulah teu damangnya, kedah ngajaga kasehatan,” ucap Asjap sambil menyerahkan dokumen itu.

Etin menerimanya dengan kedua tangan. Matanya berbinar. Baginya, dua lembar kertas itu bukan sekadar identitas, tapi gerbang menuju layanan kesehatan dan bantuan sosial yang selama ini hanya bisa ia bayangkan.

Selepas pertemuan itu, warga dan relawan mulai bergerak. Lahan disiapkan, bilik semi panggung mulai didirikan. Gotong royong kembali hidup di kampung kecil itu, menyulam harapan dari bilik-bilik sederhana.

Pemerintah Kabupaten Sukabumi memastikan bahwa pembangunan rumah permanen untuk Etin dan ibunya akan dimulai awal September 2025.

“Melihat rumah ini, jelas tidak manusiawi. Kita tidak bisa menunggu lama. Awal September dua rumah sekaligus, rumah Etin dan rumah ibunya, akan dibangun,” ucap Asjap.

Dan begitulah, dari kandang domba yang sunyi, lahir sepotong harapan. Etin tak lagi hanya menjadi cerita pilu. Ia menjadi simbol bahwa keberkahan bisa tumbuh di tempat paling sederhana, ketika niat baik bertemu dengan tindakan nyata.

banner 336x280

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

News Feed