Sukabumi – Kasus dugaan penganiayaan yang melibatkan seorang pegawai negri sipil (PNS) berprofesi Guru di Kabupaten Sukabumi menuai perhatian publik setelah diberitakan di sejumlah media online. Dalam pemberitaan tersebut, pelapor menuding terduga telah melakukan tindakan kekerasan. Namun, pihak terduga yang merasa dirugikan oleh pemberitaan tersebut memberikan klarifikasi dengan kronologi versi dirinya yang berbeda dari narasi pelapor.
Peristiwa ini terjadi pada Selasa malam Rabu, 29 Juli 2025 sekitar pukul 20.00 WIB di sebuah warung milik mantan adik ipar terduga, yang berinisial F. Menurut penuturan terduga, malam itu ia datang untuk menasihati anaknya yang diduga telah mengucapkan kata-kata kasar kepada orang lain. Tujuannya, murni untuk memperbaiki sikap anaknya dan memberikan pelajaran agar tidak mengulangi perbuatan tersebut.
Namun, ketika tengah memberikan nasihat kepada anaknya seorang perempuan bernama D, yang merupakan mantan adik ipar pelaku klarifikasi situasi mendadak berubah. Saat berbicara, terduga melihat seorang perempuan bernama V merekam dirinya menggunakan ponsel tanpa izin. Rekaman tersebut dilakukan berulang kali dengan nada bicara yang dianggap terduga provokatif.
“Saya merasa sangat tidak nyaman dengan tindakan itu. Posisi saya saat itu sedang berada dalam situasi pribadi yang seharusnya tidak dipublikasikan, apalagi direkam untuk disebarluaskan. Itu mengganggu sekali,” ujarnya dalam klarifikasi tertulis.
Merasa terdesak dan terganggu, terduga secara spontan mencoba menghentikan perekaman tersebut. Ia mengaku tindakannya murni untuk menghentikan intervensi pihak luar terhadap momen pribadi antara dirinya dan anaknya. Namun, saat itulah situasi memanas.
Suami V, yang bernama Cecep, tiba-tiba datang dan mendorong tubuh terduga hingga terjatuh ke belakang. “Saya terjatuh bukan karena kehilangan keseimbangan biasa, tapi akibat dorongan dari Cecep,” paparnya . Terduga mengaku mencoba bangkit untuk membela diri, namun di saat yang sama tubuhnya dipegang oleh anaknya dan orang lain, sehingga ia tidak leluasa bergerak.
Dalam kondisi tertekan secara fisik, terduga mengaku meronta secara spontan untuk melepaskan diri. “Tangan kiri saya secara tidak sengaja mengenai wajah Cecep. Itu bukan serangan, melainkan refleks dari usaha membebaskan diri,” tegasnya.
Ia menekankan bahwa insiden tersebut bukanlah niat menyerang atau melukai. “Perlu saya tegaskan, tindakan itu terjadi spontan, tanpa niat, dan murni sebagai bentuk membela diri dari tekanan fisik yang saya alami terlebih dahulu,” jelasnya.
Kronologi memanas ketika anaknya yang masih dipegang ikut berteriak, dan Fitri mantan adik ipar ikut memukul kepala terduga. Benturan tersebut membuat situasi semakin kacau. “Semua berlangsung cepat, di tengah teriakan dan kericuhan, hingga terjadi kontak fisik yang tidak terhindarkan,” tambahnya.
Terduga mengungkapkan bahwa versi yang diberitakan di media online telah memotong kronologi kejadian sehingga memberi kesan bahwa dirinya adalah pihak yang memulai kekerasan. Padahal, menurutnya, kejadian itu berawal dari provokasi perekaman tanpa izin dan dorongan fisik dari pihak lain.
Ia berharap klarifikasi ini menjadi bahan pertimbangan publik agar tidak menghakimi secara sepihak. “Saya memaparkan ini sesuai kejadian sebenarnya, dan banyak saksi yang melihat langsung. Bentuk kronologi ini saya sampaikan sebagai hak jawab dan upaya meluruskan situasi yang terjadi,” pungkasnya.
Kasus ini masih menuai pro-kontra di masyarakat. Hingga berita ini diterbitkan, pihak berwenang belum mengeluarkan keterangan resmi terkait perkembangan penyelidikan. Namun, kedua belah pihak diperkirakan akan dipanggil untuk memberikan keterangan di hadapan aparat penegak hukum.
(Hs)