Cikahuripan, Sukabumi – Rabu, 10 September 2025,- Pagi itu, kabut menggantung rendah di kaki Gunung Daterhanjuang, seolah alam sendiri tengah menahan napas. Di tengah kesejukan yang biasanya membawa ketenangan, justru lahir panggilan darurat—bukan dari sirene, melainkan dari nurani. Jaro Midun, Kepala Desa Cikahuripan, melangkah mantap bersama para staf desa, Babinsa, Bhabinkamtibmas, pecinta lingkungan, dan Pokdarwis Wangunsari. Tujuan mereka bukan sekadar inspeksi, melainkan ziarah ekologis: meninjau langsung luka yang mulai menganga di tubuh hutan lindung Cipanas.
“Hari ini kami berangkat ke gunung, melihat langsung hutan lindung yang kabarnya mulai dihuni oleh oknum-oknum penebang,” ujar Jaro Midun, dengan suara yang tenang namun sarat ketegasan.
Mereka menyusuri jalur curam, menembus tebing dan semak, hingga tiba di lokasi yang tak lagi utuh. Hutan yang seharusnya menjadi benteng kehidupan telah dirambah. Pohon-pohon besar yang dulu berdiri sebagai penjaga tanah kini tergantikan oleh lahan terbuka—rawan erosi, rentan bencana.
Ancaman Nyata: Ketika Air Tak Lagi Bersahabat
Di hadapan kenyataan pahit itu, Jaro Midun tak tinggal diam. Ia menyampaikan bahwa jika perusakan ini dibiarkan, Desa Cikahuripan akan menghadapi ancaman banjir dan longsor yang nyata, terutama melalui aliran Sungai Cisolok yang melintasi RW 01 dan wilayah sekitarnya.
“Kalau kita biarkan hutan ini rusak, kita ikut bersalah. Mari jaga bersama. Ini bukan hanya soal pohon, ini soal martabat,” tegasnya.
Hutan bukan sekadar vegetasi. Ia adalah penyangga air, penahan tanah, penyimpan udara bersih, dan rumah bagi makhluk yang tak bersuara. Ketika hutan dirusak, yang hilang bukan hanya pepohonan, tapi juga perlindungan bagi generasi yang belum lahir.
Warga Bergerak: Dari Kesadaran Menuju Tindakan
Langkah Jaro Midun tak berhenti pada pengamatan. Ia bersama warga menyatakan komitmen untuk melaporkan kasus ini ke pihak berwenang. Siapapun yang terbukti merusak kawasan hutan lindung akan diproses sesuai hukum.
“Jika ada warga yang menyebabkan kerusakan hutan lindung di wilayah Gunung Cipanas, saya akan langsung melaporkan. Karena dampaknya sangat besar terhadap keamanan dan kenyamanan warga,” ujarnya.
Gerakan ini bukan sekadar reaksi, tapi refleksi. Bahwa desa bukan hanya objek pembangunan, melainkan subjek perubahan. Bahwa warga bukan hanya penerima dampak, tapi penjaga warisan.
Desa Bermartabat, Sukabumi Mubarokah, dan Jabar yang Menjaga
Apa yang terjadi di Cikahuripan adalah cermin dari semangat Sukabumi Mubarokah—daerah yang diberkahi alam dan budaya, namun harus dijaga dengan tindakan nyata. Ini juga bagian dari visi Jabar Istimewa, di mana desa-desa menjadi garda terdepan dalam menjaga lingkungan dan martabat warganya.
Dari lereng Cipanas, suara alam memanggil. Dari langkah Jaro Midun dan warganya, menyala api kesadaran bahwa menjaga hutan adalah menjaga kehidupan. Bahwa melaporkan perusakan bukan sekadar kewajiban hukum, tapi panggilan moral.
Mari jaga hutan. Mari jaga martabat. Mari jaga keberkahan yang diwariskan oleh tanah ini—untuk anak cucu yang belum sempat berkata “terima kasih.”