Pasir Datar Indah, Caringin – Sukabumi Di sudut Kampung Kubang RT 17 RW 4, seorang anak kecil bernama M. Zihad Alfaritsi Eriansyah, usia 7 tahun, terus berjuang melawan penyakit langka: Candidiasis. Sejak usia 1 tahun, tubuh mungilnya menjadi medan perang yang sunyi—tiga tahun pengobatan di RSHS Bandung belum membuahkan kesembuhan. Kini, harapan baru muncul: rujukan ke RSCM Jakarta. Tapi langkah itu tertahan oleh kenyataan pahit—biaya. Ayah Zihad hanyalah guru honorer, pengabdi ilmu yang gajinya tak cukup untuk membawa anaknya ke ibukota.
Ketika Sukabumi Mubarokah Menjawab Tangisan Kecil
Namun, Sukabumi Mubarokah bukan sekadar nama. Ia adalah gerakan jiwa, semangat kasih, dan janji bahwa tak ada warga yang dibiarkan berjuang sendiri. Maka datanglah Bupati Sukabumi, bersama tim medis, Bhabinkamtibmas, dan tokoh masyarakat. Mereka menyapa Zihad, menyeka luka dengan kehadiran, seolah dalam tatapan Asep japar batinya berkata, “Zihad adalah anak kita semua. Ia harus segera dibawa ke RSCM. Sukabumi tidak akan diam. Kita bergerak, karena inilah makna Mubarokah: hadir untuk yang lemah, menyembuhkan dengan cinta.”
Zihad Adalah Cermin: Ketabahan Kecil, Gerakan Besar
Zihad bukan hanya anak yang sakit. Ia adalah cermin ketabahan, simbol harapan, dan pengingat bahwa kemanusiaan adalah tugas bersama. Ia mengajarkan kita bahwa Mubarokah bukan hanya tentang doa, tapi tentang aksi. Tentang pemimpin yang turun tangan, masyarakat yang bergandengan, dan cinta yang tak mengenal batas.
Sukabumi Mubarokah: Dari Derita Menuju Doa, Dari Doa Menuju Jalan Kesembuhan
Dengan dukungan Bupati Asep Japar dan dipemerintahnya dan masyarakat, Zihad akan segera dibawa ke RSCM Jakarta. Semoga langkah ini menjadi awal kesembuhan, dan menjadi bukti bahwa Sukabumi Mubarokah hidup di hati kita semua.
Karena di tanah yang diberkahi, satu anak yang menangis adalah panggilan bagi seluruh jiwa yang peduli.